Aceh Besar — Limbah tempurung kelapa saat ini banyak terbuang dan tidak dimanfaatkan. Padahal dari tempurung tersebut bisa diolah menjadi arang aktif (biochar) dan asap cair dan juga abu.
Faisal S.Sos.I, alumni Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Al Hikmah Jakarta tahun 2010 ini melihat sumberdaya alam tempurung kelapa yang begitu banyak di Aceh Besar, namun belum termanfaatkan dengan baik.
Padahal dari tempurung kelapa tersebut, banyak peluang usaha yang bisa digeluti dalam satu kini produksi. Mulai dari pembuatan arang aktif, asap cair dan abu kompos. Masing-masing memiliki manfaat yang selama ini tidak pernah terpikirkan.
Misalnya, arang di luar negeri sudah umum digunakan untuk menghasilkan air bersih dan air mineral.

Permintaan arang, biasanya melalui order dan selama ini telah dikirim 6 – 10 ton ke Bireuen hingga Medan. Harga arangnya dijual Rp 6.000 per kilogram.
Tak hanya arang, Faisal pun mengolah hasil samping arang berupa asap cair yang ternyata sangat bermanfaat untuk dunia pertanian. “Penemuan inovasi asap cair sebenarnya kebetulan, atas arahan Dr Syaifullah Muhammad (ketua ARC Aceh) dan Dr Izarul Mahdar di USK Banda Aceh, asap tersebut juga sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia maupun pertanian, ” tuturnya.
Dirinya membuat sendiri alat suling asap cair menggunakan drum bekas dan kondensor dari stainless steel. “Sebagian ada juga dari pipa dan plastik, modal awalnya berkisar Rp 5 – 7 juta,” sebutnya.
Kini, Faisal bisa menghasilkan produk asap cair dalam botol berukuran 200 ml. “Kalau harga produk Naturi tergantung tingkatan (grade) dijual mulai Rp 10.000 – 30.000 per liter. Grade A ditandai dengan warna putih dan bening, kalau grade B agak kuning, sedangkan grade C berwarna hitam pekat,” ulasnya.
Usaha pembuatan arang aktif dan asap cair ini telah dirintis Faisal sejak tahun 2017. Bahan baku tempurung diperoleh dari warga yang membuat kelapa gongseng Blang Bintang dan pasar Keutapang, Aceh Besar.
BACA JUGA : Miliki Kandungan Super, Asniati Produksi Teh Daun Kelor
“Kalau harga tempurung dibayar Rp 500.000 per pickup. Kemudian dijadikan arang dan menghasilkan 10 – 15 liter asap cair. Abunya dijadikan sebagai kompos karbon (komkar). Ditampung oleh agen Rp 20.000 per karung, ” jelasnya.

Diakui Faisal yang kesehariannya sebagai teknisi Atsiri Research Center (ARC) di lapangan bagian kebun dan penyulingan minyak nilam ini, produk turunan arang pun bisa dihasilkan karbon aktif, nano karbon serta briket.
Namun dirinya belum bisa mengolah menjadi briket, sebab terkendala dengan harga mesin pengolahan briket yang mencapai Rp 250 juta.
Meskipun begitu, dirinya tak patah arang untuk tetap meningkatkan produksi turunan lainnya. Pihaknya terbuka kepada masyarakat dan mahasiswa untuk studi banding ataupun magang di tempatnya Desa Teubangphui, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar (HP. 081361294866). “Bahkan saat ini ada mahasiswa akademi farmasi yang sedang magang,” ujarnya bersemangat.


Leave a reply